Popular Post

Archive for Juni 2014

By : Zahara Nisa F


Assalamualaikum wr.wb.
Ogenki desu ka? Hirashiku aimasen deshita, ne. ^^
Lagi dan lagi, dilapak ini, saya ingin menorehkan senoktah harapan melalui puisi-puisi saya yang mungkin mempunyai sangat banyak kekurangan. Bagi saya, puisi adalah segalanya. Seperti yang dikatakan oleh William Wordsworth; “Puisi adalah luapan spontan dari perasaan yang penuh daya, memperoleh rasanya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian”. Lewat puisi, saya bisa mengungkapkan apapun yang tak bisa diungkapkan oleh lisan, mengungkapkan sesuatu yang terpendam, dan mengungkapkan apa yang menghantui pikiran.
Dan di bawah ini adalah puisi yang saya buat sekitar 6 bulan lalu, puisi yang saya persembahkan untuk Bapak Sutomo, guru Bahasa Jawa yang saat itu barusaja purna tugas. Juga untuk ibu Dede Nurdiawati, guru Bahasa Inggris yang saat itu harus mengajar di salah satu perguruan tinggi di daerah kami, sehingga dengan berat hati harus meninggalkan SMP kami tercinta. Hari itu, kami kehilangan dua guru bahasa hebat. Dan hari itu juga kami, khususnya saya telah mengerti makna sebuah perpisahan. Selamat membaca :)

Sajak Untuk Sebuah Perpisahan
Oleh : Zahara Nisa Fadila ( Aurelia Aurora = penname)

Desau angin terdengar merintih
Menghantam seluruh pilu dalam pelupuk
Menggelayut dalam puing-puing asa yang nyaris rapuh
Saat mata dan mata saling melepas ikatannya.

Berjam-jam, bahkan berhari-hari
Kutapaki jalan ini bersama kau, insan tanpa tanda jasa
Yang selalu menyibak kegelapan di celah-celah pikiran
Atau tak henti menguras keringat untuk sebuah pengabdian

Melodi itu, kini hanya sebagai sayup-sayup samar
Sorak tepuk tangan seakan tenggelam
Dan sepintai senyum pada akhirnya menjelma tangis
Tuhan.. mengapa secepat ini?
Tuhan.. mengapa sesingkat ini?

 Tak terhitung berapa banyak kata yang kau ucap
Tapi, apa kami pernah berfikir tentang itu?
Seuntai kata maaf tak pernah sebanding,
dengan berapa kali lisan ini menorehkan luka dalam hatimu

Guruku..
Kau tetap jadi awan peneduh
Meski seringkali gelap merenggut
Maka biarkan kami menjadi bintang-bintang
Yang akan selalu menerangimu dalam temaram
Selamat jalan guruku..


            Puisi diatas pernah dibacakan di depan kakak kelas dan teman teman setelah upacara bendera. Bukan saya yang membacakannya, meski begitu saya tetap merasa takut, malu. Namun berkat penghayatan yang luar biasa dari sang pembaca, Alhamdulillah pembacaan puisi tersebut bisa berjalan dengan lancar. Saya luar biasa senang. Itulah kebahagiaan yang sesunggunghnya, sesungguhnya.

Mohon kritik dan saran,
Silahkan kirim via email zaharanissaff@gmail.co.id
Atau via inbox di akun facebook saya: Zahara Nisa Fadila
Atau juga melalui Direct Message dan mention twitter di @zahara_barcelon
Atau silahkan langsung tulis di kolom komentar di bawah ini,

Arigatou gozaimasu ^^ Mata aimashoo~
Wasaalamualaikum wr.wb

Bisikan Sang Malam, Fatamorgana. Puisi perdana bulan juni.

By : Zahara Nisa F


Assalamualaikum wr.wb
Selamat malam semuanyaa. Buat ngisi kekosongan, kali ini aku mau ngepost puisi nih. Sebelumnya, selamat ya buat kakak-kakak kelas sembilan yang udah lulus UN, semoga bisa ngelanjutin ke sma/smk favorit. Doa saya selalu menyertai.. aamiin
Mohon koreksinya teman-teman ^^



Bisikan Sang Malam, Fatamorgana
Oleh : Zahara Nisa Fadila (Aurelia Aurora)

Rintih senja masih membekas di antara riuhnya ribuan rinai
Bergemericik ayu menjerat angan, tenggelam oleh gelegar sunyi
Ku dengar angin berbisik lamban, "Hei, cepat ucap. Tak usah kau tunda!"
Ah! Aku menggerutu. Bagaimana pula hendak ku kata, sedang bungkam membelai mesra sang pengecap?

Wahai sempoyong angin yang menari
Sudikah kau tinggal sekedip? Mendengar rasa yang mengujar
Aku ingin bercerita, sungguh.
Sudikah engkau sempoyong? Sudikah?

Kumulai sejak huruf pertama
Puluhan kata mulai berterbangan keluar melalalui epiglotis
Ah, dadaku semakin sesak mengingat sosok itu
Kapankah mata kan menjumpainya lagi?

Pabila daku suka, salahkah?
Pabila daku rindu, salahkah?
Pabila daku harap, salahkah?
Pabila daku ingin berjumpa. salahkah?

Sempoyong..
Akankah langkahmu sanggup menghantarkan kesimpah rinduku?
Atau hanya sekedar menyapu bayangnya untuk tidak lagi hadir
Ku harap, desaumu akan tiba di kediamannya
Bisikkan pada gendangnya bagaimana aku berteriak, lalu dia akan datang dan menemuiku

Namun, aku sadar. Kenyataan tak sedemikian
Sempoyong langkah angin, bisikkan, hanyalah fatamorgana
Bagaimanapun, ia tak akan tahu jika hanya ku bicarakan lewat angin
Sampai kapanpun, angin tetaplah benda mati

Ah, rasa ini masih mengutukku dalam kebisuan..

Zahara/8/6/14


Udah, segitu aja. Oh iya, maaf kalo belepotan puisinya, maklum wong cuma iseng. Tapi, aku ngga ada niatan buat curhat kok. Sunnguh. Aku cuma ngutarain ideku. Buat para jomblo yang lagi nunggu, silahkan di resapi.. kali aja someone mu bakal peka. Hahah

Udah dulu ya, smpai ketemu..
Wassalamualaikum wr.wb ^^


- Copyright © hidup menyimpan kisah yang bisa dituliskan - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Yulian Ekananta -