Popular Post

Posted by : Zahara Nisa F Senin, 11 Juli 2016





***
Pernahkah kalian memperlambat laju membaca hanya karena ingin lebih lama menikmati sensasi atas apa yang kalian baca? Jika pernah, itulah yang saya rasakan ketika membuka lembar demi lembar buku ini.
Sejujurnya, ini adalah karya Kak Windry yang pertama kali saya baca. Dan untuk sebuah permulaan, ini seperti ucapan selamat datang yang begitu manis. Saya menikmati tiap kata yang ditorehkan olehnya. Dan secara tidak sadar, saya telah menghanyutkan diri ke dalam cerita. Semua plotnya terasa… nyata.
Benang merah dari novel ini sebenarnya terletak pada kisah percintaan seorang penulis roman bersama Gilang kepada sahabat wanitanya, Ning. Dan demi apa pun, benang merah ini lah yang justru menjadi alasan paling awal mengapa saya memutuskan untuk membeli novel ini. Perlu diakui, roman tentang transformasi persahabatan menjadi cinta adalah roman paling menawan, at least, for me.
Tidak ada cinta yang mudah, begitu pun dengan cinta Gilang kepada Ning. Belum sempat Gilang menyatakan perasaannya, gadis itu telah lebih dulu dijemput oleh mimpi-mimpinya. Ning pergi ke London, dan itu jelas membuat seorang Gilang tersiksa, sebab ia harus ditikam kerinduan setiap waktu.
Bertahun-tahun Ning tidak kembali. Meski hubungan persahabatan di antara keduanya masih berlangsung lewat Yahoo Messenger, namun Gilang tetap merindukan pertemuan yang nyata. Akhirnya, pada suatu ketika, saat Gilang dan teman-temannya tengah melepas penat di sebuah pub di daerah Jakarta, dalam keadaan mabuk Gilang menyeletukkan keinginan gilanya untuk menyusul Ning ke London, untuk mengungkapkan perasaannya pada gadis itu.
Di London, Gilang dipertemukan dengan banyak hal. Ia menginap di sebuah penginapan bernama Madge yang pada akhirnya membawa dia mengenal Mrs. Ellis, Mr. Lowesley, sekaligus pelayan bernama Ed. Ia juga dipertemukan dengan seorang gadis maniak buku-buku kuno bernama Ayu yang ternyata juga berasal dari Indonesia. Dan tidak kalah menariknya, dia juga dipertemukan dengan gadis misterius yang hanya muncul pada saat hujan dan menghilang secara ajaib ketika hujan telah berhenti.
Yang paling saya suka dari novel ini adalah karakter Gilang yang apa adanya. Dia mencintai Ning dengan amat tulus. Dan berkat itu, saya jadi berdelusi bahwa suatu hari nanti saya juga akan dicintai oleh laki-laki seperti Gilang /halah
Gilang dalam kelakar pikirannya (tanpa sepengetahuan yang bersangkutan) selalu menyebut Ning dengan sebutan ‘Gadisku’ dan berkat ini juga saya jadi berdelusi agar suatu hari nanti saya juga akan dipanggil…/cukupRacukup
Selain kisah tentang persahabatan menjadi cinta, novel ini juga menghadirkan nuansa tentang hujan. Kak Windry menggambarkan hujan di kota London dengan amat detail sehingga saya berpikir agar secepatnya bisa terbang ke London, merasakan hujan yang konon katanya berbeda dengan hujan di negeri kita itu. Dan fyi, inilah alasan kedua mengapa saya memilih novel London: Angel sebagai pembantai seperempat uang THR lebaran kali ini:’) Yap! Di dalamnya ada hujan; dan saya selalu suka jika soal hujan!
Daaannnnn finally, saya kasih rating 4,8 untuk buku ini! Tadinya mau sekalian kukasih bintang 5, tetapi setelah saya pertimbangkan ada beberapa hal yang tidak saya suka dan itu membuat saya secara kecewa harus mengganti angka 5 menjadi angka 4,8… I’m sorry:’(
Akhir kata, saya sampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kak Windry. Tulisanmu membuatku tidak menyesal harus merogoh saku cukup dalam dan mempertaruhkan uang THRkuJ Kuharap karya-karya berikutnya dapat semakin menginspirasi.
Dan untuk teman-teman yang tertarik membaca novel ini, tidak perlu ditunda-tunda lagi! Pergilah ke toko buku dan tukarkan uangmu dengan sebuah kesan yang nantinya akan kalian dapatkan setelah kalian sampai di halaman terakhir buku ini. Happy reading!^^s

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2025 hidup menyimpan kisah yang bisa dituliskan - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Yulian Ekananta -