Popular Post

Posted by : Zahara Nisa F Rabu, 27 Maret 2019


Teruntuk pemuda yang meminjam nama laut, Kai.
Aku menulis catatan ini sebagai penutup dari serentetan episode panjang perjalanan cinta kita yang sebagaimana kopi, punya sisi manis dan sisi pahit sekaligus.
Kai, sejujurnya, dari seluruh hal di muka bumi ini yang ingin kutulis, aku tidak pernah sekalipun membayangkan akan menulis sebuah catatan perpisahan, apalagi untukmu. Sebab membayangkan perpisahan selalu terasa menyakitkan. Tapi sialnya, sore ini, aku akhirnya harus melakukan itu juga, di sudut sebuah restoran cepat saji, dengan seporsi flurry yang nyaris mencair karena terlalu lama kubiarkan.
Udara di sini begitu dingin, Kai. Entah karena air conditioner, hujan di luar yang hanya bisa kunikmati lewat jendela, atau karena pertengkaran kita yang berujung perpisahan.
Ah, perpisahan, decakku. Rasanya, aku masih belum terbiasa menyebut ini sebagai perpisahan (atau barangkali, aku memang tidak akan pernah terbiasa?).
Kau ingat? dulu, aku selalu mengecam sepasang kekasih yang memutuskan berpisah padahal masih saling mencintai. Sekarang aku sadar, perpisahan ternyata tidak sesederhana apakah kita masih saling mencintai atau tidak. Lebih dari itu, perpisahan adalah ketidakmampuan kita mempertahankan sesuatu yang sudah tak lagi sama.
Kai, aku masih mencintaimu. Sebagaimana aku mencintai kebersamaan-kebersamaan yang telah bertahun-tahun kita jalani. Selama ini, ternyata aku terlalu naif. Aku mencintaimu tanpa pernah sekalipun mempersiapkan kehilangan, padahal seharusnya aku sadar, semua hal akan selesai pada waktunya. Termasuk kisah kita.
Kai, aku masih mencintaimu. Aku mencintai bagaimana caramu menatapku lewat kaca spion, pada setiap perjalanan kita menggunakan sepeda motor. Aku mencintai caramu tertawa pada setiap perbincangan panjang kita yang selalu saja membicarakan hal-hal tidak penting. Aku mencintai aroma yang menguar dari tubuhmu, aroma yang membuatku rindu setiap kali kita jauh. Aku mencintai caramu tersenyum dan menenangkanku pada setiap hal yang membuatku takut. Aku mencintai suaramu dari balik telepon. Aku mencintai melodi-melodi yang keluar dari petikan gitarmu. Aku mencintai foto-foto paparazzi-mu yang selalu saja menangkap potret mukaku yang tidak terkondisi. Aku mencintai bagaimana caramu memakaikan aku jas hujan, lalu kamu akan menggodaku dengan mengatakan bahwa aku pendek. Aku mencintai…
Ah, Kai. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana aku harus melalui hari-hariku tanpamu. Siapa yang nanti akan kupukuli jika aku tiba pada masa PMS, Kai? Siapa yang akan menghabiskan sisa makananku? Kau tahu, porsi makanan manapun akan selalu kebanyakan untuk perutku. Siapa yang akan mengunduhkanku film? Siapa yang akan kujadikan tempat pelampiasan setiap kali aku frustasi karena jalan cerita dalam novel-novel yang kubaca, atau jalan cerita dalam film-film yang kutonton harus berakhir tragis dan tidak sesuai ekspektasiku. Lebih dari itu, siapa yang akan menatapku dengan tatapan penuh cinta, kesabaran, dan ketulusan, sambil berkata, “Aku di sini untukmu.”
Siapa yang akan melakukan itu semua jika bukan kamu, Kai?
Bisakah aku memutar waktu, mengulang semuanya dari awal untuk kemudian menikmati kebersamaan-kebersamaan kita sekali lagi? Atau, bisakah aku berbalik, bersikeras untuk bertahan sekali lagi meskipun semuanya tak lagi sama?
Kai, aku ingin kembali. Tapi aku takut, jika aku menunda perpisahan ini, kebencian di dadamu akan tumbuh semakin besar. Semua orang tahu, tidak ada alasan untuk tidak membenciku, Kai. Aku penakut, tidak mandiri, kekanak-kanakan, pencemburu, naif, lemah, bodoh, penakut, tidak mandiri, kekanak-kanakan, pencemburu, naif, lemah, bodoh, penakut, tidak mandiri, kekanak-kanakan, pencemburu, naif, lemah… sifat buruk apa lagi yang tidak aku punya, Kai? Dan aku pun tahu, kau sudah lebih lelah dari siapapun dalam hal menghadapi aku.
Jadi begini ya rasanya patah hati, Kai. Ternyata benar apa yang dikatakan orang-orang bahwa fase paling menyebalkan dari jatuh cinta adalah ketika mau tidak mau kita harus merasakan patah hati, melalui malam-malam yang terasa lebih panjang, tersiksa setiap bangun tidur oleh mimpi-mimpi yang hanya membuat aku sadar betapa kau telah pergi, dan aku akan menghabiskan seharian penuh dengan melamun, tidak nafsu makan, untuk kemudian berharap agar bumi menelan saja aku bulat-bulat, atau kemungkinan-kemungkinan lain seperti berharap tidak pernah terlahir di dunia, atau berharap mati tanpa merasakan apa-apa.
Ternyata benar bahwa fase paling menyebalkan dari jatuh cinta adalah ketika aku harus menyaksikan kau perlahan kehilangan atensi lantas berjalan menjauh, menyisakkan punggung yang hanya bisa kurindui setiap malam. Meninggalkanku pada ruang yang begitu jahanam bersama kenangan-kenangan yang satu demi satu melintas membawa perasaan sesal.
Benar bahwa fase paling menyebalkan dari jatuh cinta adalah ketika aku harus berpura-pura baik-baik saja sementara aku tengah disiksa cemburu yang membabi buta, disiksa kesadaran bahwa aku sudah tidak lagi berhak sebab kau bukan lagi milikku, disiksa imajinasi-imajinasi menyakitkan tentang kemungkinan datangnya orang lain yang akan meminjamkan bahunya untuk kau sandari. Dan hanya soal waktu, aku akan berakhir sebagai kenangan yang tak akan pernah kau sentuh lagi, kau biarkan mengusang di sudut ruang hatimu.
Aku membutuhkanmu dan aku ingin kembali, Kai, tapi menunda perpisahan ini hanya akan membuat kita sama-sama terluka lebih dalam. Terlebih kau.
Tentang kejujuranmu, dan semua fakta menyakitkan yang akhirnya aku ketahui, aku ingin bilang kau jahat, Kai. Tahukah kamu? Aku mempercayaimu lebih dari siapapun di dunia ini. Rasa sakit yang kau hujamkan tepat di jantungku membuatku takut untuk mulai mempercayai siapapun lagi. Aku ingin bilang kau tega, kau jahat, aku membencimu, tapi sejurus kemudian aku sadar, kejahatan yang kau lakukan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan semua kebaikan, kesabaran, rasa cinta dan kebahagiaan yang sudah kau anugerahkan untukku.
Maka sekali lagi, aku tersenyum. Kai, aku beruntung dicintai oleh pemuda semanis kau, sebaik kau, sesabar kau. Aku tidak akan pernah menemukanmu lagi pada diri siapapun. Kau adalah kau, satu-satunya Kai yang aku kenal. Satu-satunya Kai yang aku cintai. Dan aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu.
Jaga dirimu baik-baik ya, Kai. Jangan terlambat makan, jangan tidur terlalu larut, jangan lupa mongkonsumsi vitamin c untuk menjaga daya tahan tubuhmu. Dan yang jauh lebih penting, jangan lupa berbahagia, Kai. Kamu berhak bahagia.
Pada akhirnya, aku ingin mengucapkan salam perpisahanku yang paling manis. Sampai jumpa, Kai. Aku tidak akan bilang selamat tinggal sebab aku masih berharap, barangkali suatu hari nanti, Tuhan berbaik hati membuat kita kembali saling jatuh cinta, untuk yang kedua kalinya.
Aku mencintaimu, Kai. Dulu, kini, dan nanti.

Tertanda,
Alinea.

p.s: flurrynya enak, manis meskipun sudah mencair. Sayang kita belum pernah mencicipinya bersama, Kai.
Now playing: Lady Gaga – I’ll Never Love Again.


{ 4 komentar... read them below or Comment }

- Copyright © 2025 hidup menyimpan kisah yang bisa dituliskan - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Yulian Ekananta -