- Back to Home »
- PETUAH SI GADIS KECIL NAN ANGGUN
*adaptasi kisah nyata*
Pagi itu, langit tampak redup. Mentari seolah tak sudi beranjak dari peraduannya. Pun Sang Rinai, ia tak jua berhenti sejak semalam. Sebenarnya, aku malas berangkat sekolah pada keadaan seperti ini, tapi apa boleh buat? Aku tidak ingin teman-teman memaki, juga tak ingin membuat orang tua kecewa. Akhirnya, dengan setengah hati kuputuskan untuk tetap berangkat ke sekolah, bagaimanapun caranya.
Langit masih menghitam saat aku mencoba menerjang hujan. Tak ada satupun kendaraan yang menghampiriku, kecuali sebuah minibus pink butut yang deru mesinnya begitu memekik di telinga. Ia berhenti tepat di hadapanku, menciptakan cipratan kecil air kotor yang membuat rokku kusam kecokelatan. Ah sial, kalau saja aku punya kuasa, akan ku bentak si supir dan menjebloskannya ke penjara(?) Tapi, itu khayal, aku bahkan tetap beranjak naik kedalam bus dan melupakan betapa bersalahnya si supir yang telah membuat rokku kusam.
Di dalam bus persegi panjang berukuran 4x2m itu aku mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Tak ada bangku kosong, apa boleh buat? tiga puluh menit ke depan aku akan rela berdiri di gantungan, kecuali kalau salah satu dari mereka ada yang turun sebelumku. Ketika aku hendak meraih gantungan bus, seorang anak kecil menarik bajuku, seperti memberi isyarat. Aku kemudian menengok. Perempuan kecil itu begitu anggunnya dengan luka kecil di mata sebelah kanan. Alisnya tebal hitam, bibirnya kecil, sepasang lesung pipit begitu cocok diwajahnya.
"Ada apa dik?" Sahutku, tersenyum. Dia kemudian menunjuk kearah bangku yang tadi ia duduki. Ah, mungkin dia menawariku untuk duduk disana, betapa gadis kecil yang anggun.
"Tidak usah, kamu saja." Lanjutku mengusap kepalanya, dia kemudian berlari kecil menuju ke bangkunya. Sejak kecil aku selalu diajarkan untuk tidak mementingkan diri sendiri, apalagi pada anak kecil dan orang jompo. Jadi, aku tidak punya alasan sedikitpun untuk merebut tempat duduk si gadis kecil itu. Aku tetap berdiri mematung, mengatur keseimbangan.
Belum lama aku berdiri, bus berhenti lagi. Kali ini seorang lelaki tampak lebih tua dariku masuk tanpa menoleh kanan kiri, dia lalu berdiri di sampingku. Dari samping, aku melihat si gadis itu beranjak lagi, lalu menawarkan tempat duduknya kepada lelaki itu, persis seperti saat ia mewarkannya padaku. Aku kemudian membatin, Ah kenapa si gadis ini begitu aktifnya?
Memasuki menit ke duapuluh lima semenjak aku masuk, bus berguncang menabrak kubangan. Sontak seisi penumpang kaget dan berteriak. Aku sebisa mungkin untuk tenang, saat aku menoleh ke belakang, aku melihat si gadis itu sedang kesusahan membantu ibunya yang terjatuh. Saat ibunya sudah berhasil bangkit, dia meminta ibunya untuk duduk di tempatnya. Aku tidak tahu maksudnya apa. Mungkin agar ibunya tak lagi terjatuh. Jika iya, benarlah kalau gadis kecil itu memang berperangai anggun.
Bus kembali berjalan, sampai aku menyetopnya. Ketika aku hendak turun, aku menengok ke gadis itu, sekali lagi. Kulihat dia sedang tersenyum sambil mengucapkan Sampai Jumpa kepadaku, tetapi dengan gerakan tangan. Gadis itu tuna wicara, tapi mengapa tampak begitu cerianya? Gadis itu tak bisa bicara, tapi kenapa tak pernah sungkan menawarkan bantuan pada orang lain? Aku terenyuh, menutup mataku. Jika gadis kecil itu yang merasa sulit untuk mengucapkan "Silahkan duduk" saja begitu semangatnya memberi bantuan, kenapa kita yang di beri kemudahan justru tidak?
Pagi itu, alam memberiku petuah lewat si bocah kecil yang anggun, membuatku malu pada Tuhan betapa akau tak bisa menggunakan anugerahNya untuk menolong sesama. Mengapa aku baru menyadarinya?
Aku kemudian membalas senyumnya sambil berkata, "Sampai ketemu lagi".
nice untuk ceritanya
BalasHapus